Salam, Selamat datang di Komunitas Sajak Masisir
Anda menggunakan browser Netscape, versi 5.0 AppleWebKit/537.36 (KHTML, like Gecko; compatible; ClaudeBot/1.0; +claudebot@anthropic.com). Kode namanya Mozilla, dan header yang dikirim Mozilla/5.0 AppleWebKit/537.36 (KHTML, like Gecko; compatible; ClaudeBot/1.0; +claudebot@anthropic.com). Ukuran screen yang digunakan 1280x720 px.
Dikirim
28.3.11
BAYANG [yang] BAYANG
belum juga memenuhi ingin merengguk belum juga menanam ingin mengetam
belum juga meraksa segala rasa, ingin mengaisi kasih sayang. belum juga mengurus menjaga sudah memerintah. belum juga mencangkul ingin melubang.
banyak hal berubah, banyak celoteh terbuang begitu saja. banyak hal, terlalu banyak yang ingin kita gapai, padahal tetangga pencapaian belum juga didaki.
padahal, ingar-bingar telah mengajarkan kita banyak hal. keresahan datang-pergi silih berganti. hari ini kambing, besok kerbau. hari ini mujur, besok terlanjur. dan kita masih saja berleha-leha dalam bayang-bayang.
Selamat tahun baru, bumi! Masih bertahankah engkau oleh segenap kebiadaban, kemunafikan, ketamakan, dan kecongkakan kami?
Masih sabarkah engkau, bumi menyaksikan setiap perjalanan angin, pergantian musim, pergeseran tahun, sementara tubuhmu kian menepi terkikis rakus oleh para 'tikus'?
Hingga kapankan, bumi engkau akan memaklumi ulah manusia tak manusiawi? Mereka tak saja menindasmu, namun membahayakan diri sendiri dengan eksploitasi, menggunduli, melubangi juga mengotori.
sekali lagi aku menanyaimu, bumi: "Kapankah kau akan benarbenar marah?"
"Nanti,.. ketika mentari telah berpindah arah! Tatkala Tuhan menurunkan titah!"
"Oh...betapa misteri jawabanmu! Aku takut manusia tak jua insaf. Hingga kau murka tibatiba!"
"Bukankah aku telah sering menebar tanda; banjir, longsor, gempa. Apa tak cukup makna?"
"Kamu benar, bumi. Tapi, kami, manusia, memang bebal!"
Bebal, bebal, bebal semakin tebal menebal hingga gelap menggumpal menyelimuti hati, dan akal.[]
berdiri... aku terpaku dalam kelam meniti masa dalam sebuah penantian onak duri tak lagi aku hiraukan demi gapai sebuah impian dalam gelapnya malam aku hanya mampu bersimpuh dengan uraian bening bening kaca yang membaur iringi sajak sajak-Mu pesona keindahan alam terkadang gelak tawa membuat pilu hati yang terluka menyayat jiwa yang sedih yang s'lalu berharap akan sebuah kedamaian dalam cita dan cinta
Ujian oh Ujian; Renungan Lapang di Sela Kesempitan
Ujian menjelang ujian datang ujian menantang ujian lagi aku masuk ujian. Dalam dingin dalam sepi dalam kesendirian dalam keramaian aku berjuang. Melawan malas melawan beku otakku aku panas-panaskan dengan bacaan-bacaan. Ragaku rapuh jiwaku rengkuh aku kuat-kuatkan aku semangat-semangatkan. Kerena dengan ujian karena melewati ujian adalah satu-satunya keniscayaan, Menuju masa depan menuju titik tingkatan yang telah diimpi-impikan.
Maka dalam ujian aku tekadkan dan dalam ujian aku terimakan, Membagi-bagi waktuku dengan perencanaan mengisinya dengan penuh penghayatan. Tidak pagiku tidak siangku tidak soreku tidak malamku tidak aku siakan. Semuanya aku gunakan semuanya aku kerjakan semuanya aku manfaatkan. Betapa detik betapa menit betapa jam sungguh berhargakan. Dalam masa ujian aku seakan telah bisa ber`itba’ kepada Nabi, Sahabat, Tabi’in, Salafiyyin as-Sholihin, yang membagi malam-malam mereka menjadi tiga bagian; Sepertiga pertama untuk belajar, sepertiga kedua untuk istirahat dan sepertiga terakhir untuk bermunajat. Ohh...sungguh manfaat..!
Dalam ujian waktuku teratur dalam ujian hidupku normal. Dalam ujian makanku teratur dalam ujian ibadahku tersentral. Dalam ujian ragaku makmur karena otakku harus kerja lembur. Dalam musim ujian dalam semangat ujian dalam rangka menempuh ujian ada latihan kedisiplinan, keteraturan, pemanfaatan dan penghayatan. Karena dalam ujian dalam sudut-sudutnya aku temukan dimensi pelajaran, yang terbiaskan dalam ritus-ritus keseharian; kopi hangat, teh manis, susu segar, madu, jahe, cemilan ringan seadanya diiringi petikan gitar Flamenco dan Gypsy Kings yang lembut syahdu menemani hari-hari menyantap beratus hingga beribu halaman diktat. Shalawat maktubah, shalat rawatib, masjid, wirid pagi-sore, qiyamul lail, shalat hajat, hingga puasa Senin-Kamis bahkan Daud, menambah kekhusyuan penghayatan akan beratnya ujian dalam proses pencapaian sebuah titik tuju yang didamba-dambakan. Karena dalam posisi seperti ini manusia ibarat dalam medan perang, nyata, tidak lagi sebatas mimpi, karenanya mau tidak mau harus dijalani, dengan ikhtiar sebisanya, dengan segala daya dan usaha semampunya.
Maka dalam beberapa jenak peristirahatan aku menerawang Haruskah setiap ujian diformalkan, bahkan ujian kehidupan dari Sang Maha Raja Agar raportnya bisa segera diterimakan; entah dalam peralihan tahun atau di pergantian umur Lalu dari situ akan ada evaluasi Untuk mempertahankan, atau memperbaiki!?
Ohh...andai hari-hari biasaku bisa semanfaat hari-hari ujian ! Ohh...mungkin aku akan bisa sampai ke derajat makrifat ?? Atau setidaknya aku telah merefleksikan kesyukuran Atas setiap nafas yang terhembus dan lalu terisi kembali tanpa harus membeli !.
Ujian menjelang ujian datang ujian menantang ujian lagi aku masuk ujian. Dalam dingin dalam sepi dalam kesendirian dalam keramaian aku berjuang. Melawan malas melawan beku otakku aku panas-panaskan dengan bacaan-bacaan. Ragaku rapuh jiwaku rengkuh aku kuat-kuatkan aku semangat-semangatkan. Kerena dengan ujian karena melewati ujian adalah satu-satunya keniscayaan, Menuju masa depan menuju titik tingkatan yang telah diimpi-impikan.
Ohh...andai hari-hari ujian bisa mengilhami hari-hari biasaku seterusnya sepanjang hayatku...!
Masuklah kemari Amelia... masuklah Di sinilah jalan hidupmu Suara tanpa tuan banyak memanggil di luar sana Masuklah Amelia... masuklah dengan perlahan Tiada warna di mana engkau berada Tiada bahasa yang bisa berkata Masuklah Amelia... menyatulah... Di sini ada rasa yang tiada terbagi Di sini ada aroma yang terus mewangi... Tidakkah kau tahu Denyut jantungmu menggerakkan tubuhku Air matamu mengaliri hatiku Pejamkanlah pandanganmu Amelia... pejamkan Sekarang... Lihatlah Amelia... lihat dengan mata hatimu Sebuah rumah telah lama terkunci, oleh sepi, oleh ruang, oleh waktu Bukalah Amelia... bukalah... sekarang
Hadir dari sajak-sajak tercecer, kemudian kami kemas sebagai catatan-catatan
duplikat hati yang acap kali meraung menyuarakan irama-irama kebebasan,
kesefahaman, penolakan, penyesalan, kritik, keindahan dan romantisme. mungkin hanya rangkaian
huruf-huruf setengah jadi, namun izinkanlah ianya dinamai sebagai sajak. Hanya untuk menjembatani inspirasi-inpirasi terpasung, sangat sayang jika sekedar tertoreh di atas
lembaran kertas-kertas usang.