Kumandang ketauhidan menggelegar disetiap kota kampung bahkan disetiap sudut negara namamu begitu agung keberadaanmu begitu samar namun nyata lihatlah di menara menara sudut-sudut bangunan rumahmu begitu kental atasmu wahai manusia-manusia akankah kau mengetahui siangmu bak terpaan gemuruh ombak yang membentang dari sudut ke sudut malammu bak tiupan angin aliran syahdu irama kebahagiaan tekadmu lurus niatmu tulus serta hatimu lurus tergoyahkah kau dengan bisikan-bisikan kedholiman ketegaranmu kini dalalam cobaan bisikan-bisikan kekalahan akankah terus sejalur dengan aturan ritma yang terpampang di dinding dinding ketauhidan keberadaanmu kini dalam cobaan keabadian Dicatat oleh Cleopatra, Jam 8:31 PM | kental engkau dengan makian berterus tanpa perhentian, seraya disanggah itu detak-detak tak terdengar padahal gemuruh usang berdentang kembali sebaris-sebaris bergerak lagi setatih-setatih mengaisi keraguan terus tertahan oleh budaya membatu oleh keberanian meragu. pintar engkau tersenyum di balik tirai-tirai kemelut, di atas dalih-dalih usang yang sekarang ternikmati. sajak-sajak lelah bertekuk mengingatkanku akan romusa papah, pesakitan terbuang dan salju yang tak sanggup turun di tahun ini. carilah kebahagiaan pada tubuh sakit pada cerita air pada getir sayatan basah memekik lengking berlarian tanpa arah. siangi rindu surat-surat elektronik terkirimkan di malam rajam dan tubuhmu kembali mengaisi guncangan keinginan tertahan. ini semua tentang laut, batu, kayu, awan, dan angin yang sengaja kuciptakan karena merpati mengendap begitu akut oleh masa lalu hingga pembunuhan perlahan sebidik-sebidik terlakukan begitu saja layaknya tubuh tak berdarah nafas tak berhembus dan bibir terus bersiul malas. berkata beriringan tentang air mata tak surut, engkau itu tergeletak pasrah di atas permohonan membugang dan aku menyautinya dengan segala penyesalan tidak henti hingga tak kunikmati lagi derita mendera berulang ini berputar entah berapa lapis hingga di antara hidup mati itu yang kosong sejajar canda-riang ikut berkabung atas ulangan-ulangan kata. dunia ini-dunia ini lihatlah indah bukan? aku tak bisa menangis tak bisa tertawa tak bisa bungkam sahaja. lirik-lirik mengalir begitu deras tercurahkan setengah sadar karena tiang sandaran tercerabut ke atas malam-malam menggila nikmatnya itu melumat kesendirian terlaknat. aku ingin marah, aku ingin sakit, aku ingin senang menggerayangi lagi sisi emosi kemanusiaan yang wajar sekaca pembajak berpesta atas rampasan atau mengutuki redup bintang-bintang keberuntungan. kau, di mana akan engkau pancangkan pasak-pasak itu? kulihat ke mana saja diajak berlari menerus hingga pori-pori tak lagi berpeluh, mungkin tak tertemukan tanah basah mudah mengeras di dunia carut-marut dunia masa kecil dahulu. masih ingin kutulis ejaan-ejaan informasi terpotong karena arah angin aneh tak menentu. masih ingin kupunahkan gelembung harapan meninggi, lagi-lagi terheran membaca arah angin aneh tak menentu. ingin kutulis segala penyesalan agar tak pernah terulang dan mengendap lagi dalam penjara hari yang bungkam tak bergetar, tapi ini kunimati sebagai nuansa-nuansa masa mudaku yang pernah menggila oleh guncangan-guncangan rimbun tak beriak dan sama sekali tak sengaja pernah kuundang. Jan '07 Dicatat oleh Sajak Masisir, Jam 4:11 AM | bagaimana selanjutnya seharusnya Aku Lelah cukuplah cukup jangan memilih lagi Aku Lelah ini apa? perjalanan diksi membohongi Aku Lelah kata-kata patah ritma-ritma papah Aku Lelah dunia kiamat datang berdatangan akhir pengakhiran Aku Lelah catatan usang pepatah dukun jampi-jampi kuno Aku Lelah matang sudah keluh-kesah sepertiga malam sajak-sajak buram Aku Lelah temu kencan janji rahasia serbuk kemenyan candi persemedian Aku Lelah puntung menggunung tentang ketenangan datang berdatangan Aku Lelah pelarian benar pelarian mungkin mungkin Aku Lelah Feb '07 Dicatat oleh Unknown, Jam 3:51 AM | merasuk engkau merasuk atas kata-kata menusuk selebihnya tiada ketertutupan atas kejadian-kejadian lawatan sengaja dihindari menjauh sejauh mungkin disibukan bayangan sendiri menjauh sejauh mungkin mati di kehidupan hidup di kematian bukan sinar pengharapan bukan sinar penolakan mata itu mata patung patung itu patung berkabung dunia diulang-ulang seperti mengulang hari kelahiran seperti mengulang hari kematian dunia diulang-ulang sedang aku mengamini segala gerak-gerik berterus memanjang ianya menanyai tentang paras wajah tulus pergumulan mempertemukan penjaja berkeliling, penjual menetap hitungan digenapkan untuk kantung-kantung budi berharap tarik-ulur melelahkan ada saat memberi ada saat menerima permohonan terabaikan ada saat memberi ada saat menerima oh, engkau itu terus mempertanyakan fase-fase masa lalu yang belum diselesaikan oh, aku ini terus pula mempertanyakan cinta lama yang belum dihadirkan April '07 Dicatat oleh Unknown, Jam 3:44 AM | Selamat datang di Komunitas Sajak Masisir Halaman ini untuk siapa saja yang ingin mempublikasikan Sajak/Puisisnya. Salam, Komunitas Sajak Masisir Dicatat oleh Sajak Masisir, Jam 3:12 AM | |
|
© 2007 TintaKita Corporation Design : abditea. All Rights Reserved Powered By : blogger.com & aoshartos.com |