<body bgcolor="#F3F4F7" leftmargin="0" topmargin="0" rightmargin="0" bottommargin="0" onLoad="MM_preloadImages ('http://i1110.photobucket.com/albums/h441/sajakmasisir/jpg/banner_4ganti.gif')"><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d5375152\x26blogName\x3dSajak+Masisir+(Blog+Beranda)\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://blogberanda.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://blogberanda.blogspot.com/\x26vt\x3d-7674209251681268987', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>
 
 






 
Salam, Selamat datang di Komunitas Sajak Masisir  

Dikirim 31.10.07    
SURAT KEPADA IBU 

Dari Putra-Putrimu di Luar Negeri
Puisi MTB

Ibu,
Apakah aku harus ke sini? Untuk apa aku di sini?

Mengapa aku harus lari dari negeriku, demi sebuah gelar dan pengetahuan?

Negeriku sedang sakit apa Bu? Bagaimana keadaannya sekarang?
Apakah negeriku sedang sakit yang sebegitu parah, hingga perlu istirahat panjang berabad-abad?

Di mana negeriku dirawat Bu? Aku ingin menjenguknya. Ingin sekali menjenguknya.
Siapa sajakah yang merawatnya Bu? Siapa saja?
Siapa yang menyediakan makan dan minum untuknya?
Siapa juga yang bersedia memberi obat demi kesembuhannya Bu?
Ibu?
Kapan negeriku akan sembuh? Kapan Bu?
Aku sudah rindu dengan senyumnya. Aku sangat rindu dengan belaian dan kasih sayangnya.


Ibu,
Aku baru saja mendengar kabar tentang negeriku dan negerimu
kabarnya Tanah Airku dan Tanah Airmu telah kehilangan tanah dan airnya,
kabarnya Tumpah Darahku dan Tumpah Darahmu tak henti-hentinya menumpahkan darah,
kabarnya Negeri Ketuhananku dan Negeri Ketuhananmu telah melupakan Tuhannya,
kabarnya Bangsaku dan Bangsamu yang ramah-tamah itu telah mulai pongah dan serakah,
kabarnya Negeri Kepulauanku dan Negeri Kepulauanmu itu telah mulai ditinggalkan pulau-pulaunya,
kabarnya Ibu pertiwiku sekarang sendirian, kesepian, kebingungan, dan sakit-sakitan.
Benarkah semua itu Bu?

Ibu,
Putra-putrimu di sini sedang berkecil hati
Melihat Ibu berduka cita

Ibu,
Maafkan aku
Putra-putrimu di sini sering melupakanmu

Kairo, 21/10/07
(menjelang subuh)



Dicatat oleh fuddyduddy, Jam 3:56 PM |    




Dikirim 21.10.07    
Puisi Wajib Pesta Penyair, 27 Oktober 2007 

Tembok dan Gelombang
Puisi Cak Nun

( 1 )

sekuat - kuat gelombang
harus lebih kuat tembok
karena puncak kekuasaan
adalah ideologi gembok

tembok didirikan sekukuh - kukuhnya
agar gelombang terbentur sia - sia

gelombang direndam
menjadi ombak semilir

gelombang itu alam
tembok itu teknologi
kekuasaan timbul tenggelam
sedang jiwamu abadi

( 2 )

berhentilah memenjaraku
sebab jeruji besi dan sel pengurungku
terletak di dalam dadamu sendiri
tanpa bisa kemanapun kau pindahkan


kalau kau usir
kau pikir kemana aku hendak pergi
sedang lubuk jiwamu itulah alam semestaku
aku berumah di keremangan jiwamu
bilikku tersembunyi di balik kesunyian nuranimu

jadi berhentilah mendirikan tembok - tembok
karena toh aku bukan gumpalan benda yang bisa kau kurung
tak usah pula repot membakar dan memusnahkanku
sebab toh hakekatku memang musnah dan tiada

kau sang aku ini gerak atau semacam gerakan
padahal tak kupunyai apapun yang bisa kugerakkan
dan apabila kau jumpai bayangan gerak
pada yang kau sebut aku
hendaklah jelas bagimu bahwa hanya Tuhan
yang sanggup memantulkan diriNya sendiri

aku membesar - besarkanmu dan kau membesar - besarkanku
kita saling merasa terancam oleh enerji yang mendesak - desak
padahal ia hanyalah air nuranimu sendiri yang menggelombang
dan sebagaimana udara yang berhembus
ia berasal dari ruh uluhiyah kita sendiri

kita saling memandang melalui metoda benda
kita saling bersentuhan lewat tahayul peristiwa - peristiwa
padahal di awal dan akhir nanti akan ternyata
yang kita sangka kita bukanlah kita

engkau bisa menangkap benda
tapi geraknya luput dari kuasamu
engkau bisa menghentikan peristiwa
tetapi arusnya lolos dari cengkeramanmu

engkau bisa membendung air
tapi gelombangnya melompatimu ke masa depan
engkau bisa membuntu udara
tapi tenaganya memergokimu
di tempat yang tak kau duga

jadi sudahlah
untuk apa kau bungkam mulutku
sedangkan yang bersuara adalah mulutku
untuk apa engkau stop langkahku

sedangkan yang berjalan adalah sanubarimu sendiri
sedangkan yang bergema adalah pekikan hatimu sendiri
bergaung melintasi segala angkasa
menembus seluruh langit
mengatasi negara - negara dan propinsi - propinsi
melompati kepulauan, samudera dan benua - benua

maka untuk apa engkau bungkam suaraku
karena toh kesunyian lebih berteriak dibandingkan mulutku
untuk apa kau habiskan tenaga
untuk membangun pagar dan rambu - rambu
sedang setiap menjelang tidur
selalu engkau diseret kembali oleh gelombang itu

EMHA AINUN NADJIB - 1994
DARI KUMPULAN PUISI "DOA MOHON KUTUKAN"


Dicatat oleh fuddyduddy, Jam 4:23 AM |    




Dikirim 18.10.07    
CURI 



curi, mencuri, pencurian, kecurian, percurian
yang mengalir dari mulut ke mulut
tangan ke tangan, kegelapan ke kegelapan

kita curi apa saja, Mobil Motor Televisi
lalu yang melihat meneriaki, Maling! Maling!
hanguslah ia dibakar, karena kejadian terulang-ulang

kita curi apa saja, Saham Manifestasi Kesejahteraan
lalu yang melihat meneriaki, Koruptor! Koruptor!
tertawalah kita terbahak, "eh, dia belum kebagian?"

kepentingan mana lagi
kekalahan mana lagi

manusia manapun pernah mencuri
curi-curi apa saja
segala bentuk, segala bukan bentuk

menulis tulisan, tulisan curian
mendengar musik, musik curian
menonton film, film curian
menelpon, pulsa curian
ah, yang ini orang jarang peduli

mencuri curian, curian curian

manusia manapun pernah mencuri
setidaknya, mencuri-curi pandang

curi, mencuri, pencurian, kecurian, percurian
manusia manapun pernah mencuri

bahkan di hari yang fitri
bahkan aku

Oktober 2007


Dicatat oleh Unknown, Jam 5:35 AM |    



AKAL AKAL TUHAN 

AKAL AKAL TUHAN
Puisi Asma-Mu

Tuhan...
Mereka bertanya tentang-Mu kepadaku
dengan lima W
satu H

Apakah Engkau ada saat semua tiada
Dimana kau saat semau tiada
Kapan Engkau mulai ada
Siapa yang tahu waktu itu Engkau ada
Mengapa Engkau ada
Bagaimana Engkau bisa ada

Hu... Allhu... Hu... Allahu... Hu... Allahu...
Tuhan...
Mereka menalarmu dengan akal-akal
Mereka yang mengaku berakal
Mengakui akal-akal mereka mampu berakal-akal
Dzat-Mu yang tak bisa diakal

Tuhan...
Berikan bukti bagi mereka lewat akal-akal
Mereka yang berakal
Hingga tahu Engkau tak bisa
diakal-akal

Sejadah Panjang, 06 Oktober 2007


Dicatat oleh fuddyduddy, Jam 4:22 AM |    



Malam Itu... 

Malam Itu...
Puisi Ahmar Fajar

Menjelang fajar
ketika bayangan putih di ufuk pagi
antara tidur dan terjaga
dalam petakan ruang
hatiku sangat lapang
menyanyikan tasbih
melantunkan takbir

Bintang lelap
langit senyap
ia menemuiku kembali
tenang...
indah...
damai...

Cairo, 27 Ramadhan 1428 H






Dicatat oleh fuddyduddy, Jam 4:20 AM |    




Dikirim 6.10.07    
Puisi Sutardji Calzoum Bachri 

Idul Fitri

Lihat
Pedang taubat ini menebas-nebas hati
dari masa lampau yang lalai dan sia-sia
Telah kulaksanakan puasa Ramadhanku,
telah kutegakkan shalat malam,
telah kuuntai wirid tiap malam dan siang,
telah kuhamparkan sajadahku,
yang tak hanya nuju Ka’bah,
tapi ikhlas mencapai hati dan darah.
Dan di malam Qadar aku pun menunggu
Namun tak bersua Jibril atau malaikat lainnya


Maka aku girang-girangkan hatiku
Aku bilang:
Tardji, rindu yang kau wudhukan setiap malam
Belumlah cukup untuk menggerakkan Dia datang
Namun si bandel Tardji ini sekali merindu
Takkan pernah melupa
Takkan kulupa janjiNya
Bagi yang merindu insya-Allah kan ada mustajab cinta

Maka walau tak jumpa dengannya
shalat dan zikir yang telah membasuh jiwaku ini
Semakin mendekatkan aku pada-Nya
Dan semakin dekat
Semakin terasa kesia-siaan pada usia lama yang lalai berlupa

O lihat Tuhan, kini si bekas pemabuk ini
ngebut
di jalan lurus
Jangan Kau depakkan lagi aku ke trotoar
tempat usia lalaiku menenggak arak di warung dunia
Kini biarkan aku menenggak arak cahaya-Mu
di ujung sisa usia

O usia lalai yang berkepanjangan
yang menyebabkan aku kini ngebut di jalan lurus
Tuhan jangan Kau depakkan lagi aku di trotoar
tempat dulu aku menenggak arak di warung dunia

Maka pagi ini
Kukenakan zirah la ilaha illallah,
aku pakai sepatu sirathal mustaqim,
akupun lurus menuju lapangan tempat shalat Ied,
Aku bawa masjid dalam diriku
Kuhamparkan di lapangan
Kutegakkan shalat
dan kurayakan kelahiran kembali
di sana.

1987


Dicatat oleh fuddyduddy, Jam 1:01 PM |    




Dikirim 3.10.07    
Kata 

engkaukah itu dirimu?
yang tenggelamkanku dalam luasmu?

ataukah itu dirimu?
yang paksaku bangun bersama pagi
dan mulai menulismu?

oh, kata
tak bisakah kau biarkan
satu tangan mampu melukismu
agar aku bisa sembuhkan rindu?


Dicatat oleh elchecago, Jam 3:03 PM |    




Hadir dari sajak-sajak tercecer, kemudian kami kemas sebagai catatan-catatan duplikat hati yang acap kali meraung menyuarakan irama-irama kebebasan, kesefahaman, penolakan, penyesalan, kritik, keindahan dan romantisme. mungkin hanya rangkaian huruf-huruf setengah jadi, namun izinkanlah ianya dinamai sebagai sajak. Hanya untuk menjembatani inspirasi-inpirasi terpasung, sangat sayang jika sekedar tertoreh di atas lembaran kertas-kertas usang.



Jumlah Pengunjung
Sejak April 2007

Best View : IE, 1024x768 px


Powered by Yahoo Groups
© 2007 TintaKita Corporation
Design : abditea. All Rights Reserved
Powered By : blogger.com & aoshartos.com