pernah beberapa kali kita bersua di kafe-kafe di jalanan-jalanan di bawah pepohonan di temaram tiang-tiang listrik di gedung-gedung kubus
apa yang membuat kalian berlari? masa depan yang labirin?
aku bersumpah demi tanah yang kita pijaki aku bersumpah demi bait-bait yang memaki ada yang terkapar hari ini
katakan, kalian rindu arakan kata-kata
terlalu singkat, urusan kita dengan puisi belum selesai terlalu singkat, urusan kita dengan puisi belum selesai berjanjilah padaku! janji yang benar-benar janji janji yang benar-benar tak akan terpungkiri berjanjilah padaku!
jika suatu saat syair-syair itu menghantui janganlah lagi berlari jika suatu saat syair-syair itu menghantui janganlah lagi mencaci berjanjilah padaku!
rupanya kita harus mencari mencari tempat yang abadi
karena berkali-kali didepak itu kata ia akan hadir kembali dengan muka yang sama karena berkali-kali didepak itu masa ia akan hadir kembali dengan muka yang sama
maka mungkin hanya surga dan neraka itulah yang abadi, katanya!
semoga saja kita masih bisa membacakannya dengan selaksa bidadari sebagai latar nada-nada atau kalaupun takdir menyeret kita ke neraka di antara jerit-jerit parau karena siksa dosa-dosa semoga saja kita masih bisa membacakannya
berjanjilah padaku! di surga atau neraka kita masih akan tetap membacakan puisi-puisi itu, seperti pernah kita membacakannya
di kafe-kafe di jalanan-jalanan di bawah pepohonan di temaram tiang-tiang listrik di gedung-gedung kubus
dan jika memang surga dan neraka itu pun masih memisahkan, biarlah malaikat mempertemukan kita di gerbang antara surga dan neraka semoga saja Tuhan dan malaikat masih punya cinta
tapi aku tidak pernah bertemu dengan Kamu kapan kita bertemu? marilah kita bertemu tak perlu gengsi karena Aku adalah Kamu sendiri
ayat-ayat Aku tak pernah terbaca keranjang cucianku penuh diatas kakus aku terus menulis
di sekolah, hujan gemericik teman tertawa karena aku gila kata mereka
padahal Aku adalah Kamu Tuhan, bagaimana ini? Aku adalah Kamu, benar kan?
kalau salah, ya sudah biar aku menjadi diriku sendiri yang tetap dalam diriku
nyawaku sudah terbekap dalam jasadku sendiri
hari ini ada berita anak-anak membunuh orang tuanya hari ini ada berita orang tua memperkosa anaknya hari ini ada berita guru-guru banyak yang sakit jiwa hari ini ada berita kiyai-kiyai jadi preman mau insaf susah
merah putih cemang cemong tak lagi bisa disebut negara karena hanya mengkonsumsi selangkangan, paha, dan juga buah dada.
nikmatMu bukan nikmatku tapi, nikmatku adalah nikmatMu.
Sesekali aku ingin menaiki kereta itu, Kereta tua yang aku temukan di antara menara-menara Oh…lajunya yang tak lagi kencang Entah melambangkan kesabaran atau kelalaian?
Aku sengaja menumpang kereta itu Sembari menanti senja menutup hari Oh…betapa lambatnya ia membawaku Menggoyang-goyang tubuhku Di dalam gerbongnya yang telah renta
Di sebuah kereta tua itu, Aku membayangkan hidupku Menghayati sisa umurku
Betapa pagi begitu cepat disapu siang Dan sore baru memburu, tiba-tiba dilipat malam Oh…duhai sang waktu..! Engkau begitu kencangnya berlari Bahkan tak mau istirahat barang sedetik Sementara aku berada di titik beku Di umurku yang beranjak dewasa Namun semangat dan kepahaman akan tujuan hidup tak kunjung menyatu Wadag kurusku renta Seperti gerbong si kereta tua.
Maka dari kereta itu pula Aku ingin kembali menyadarkan diri Betapa pentingnya masa muda Untuk berlomba dan berkejaran memburu waktu Lalu mencipta…sebuah keberadaan yang bermakna! Bukan keberadaan yang tiada? (Pertigaan Kampoeng 10, 26 Oktober 2007 – 22.50)
ini hari aku menantang matahari kan kutenggelamkan ia di lautan tak bertepi hingga tak bisa ia mengatur waktu dan berhenti namun sayang..... sebelum kutantang ia telah jadi usang patut kusebut rongsokan yang selayaknya kutendang.
"hai..matahari !!! kini aku merajai hari, dan ingat aku takkan mati sebelum berarti!"
dan matahari yang kian hari kian usang selalu saja nyembulkan sinar kehangatan melalui celah-celah cendela kamar,seperti tak tertantang!!!
ya weily ya weily ya weily Celaka O Celaka habislah O habislah Rugi,rugi rugi siasia sia sia sia sia Lelah O lelah mereka kembali O kembali Nafsunya dingin oleh sabar Rakusnya pudar oleh syukur Resahnya luntur oleh tawakkal,sabar, dan ikhlas Puasa membakar raga Darah bersih oleh zakat Celaka O celaka Benci jadi suka Dendam jadi padam tegang jadi riang hasut jadi surut setahun ku isi dosa hari ini habis,habis, tak tersisa mereka kembali mereka kembali celaka O celaka O
Ya Allah… Tiap aku menyelesaikan kewajiban lima waktuku Saat kutengadahkan kedua tanganku pada-Mu Saat aku mendekat-Mu dalam tiap sujudku Slalu tak mampu kumemohon pada-Mu Slalu tak mampu kuberucap sesuatu pada-Mu Hamba terlalu malu Hamba terlalu malu Hamba terlalu malu Nikmat-Mu yang mana yang belum hamba rasai Nikmat-Mu yang mana yang belum hamba dekap Hamba hanya tak mampu untuk mensyukurinya Hamba slalu tak mampu mensyukuri segala nikmat yang Kau anugerahkan Hingga hamba terlalu malu Memohon sesuatu meski itu hanya setitik maghfirah-Mu Namun Ya Allah… Jika hamba tak memohon kepada-Mu Alangkah angkuhnya diri yang renta ini Jika hamba tak memohon pada-Mu Alangkah sombong jasad yang ruhnya dalam genggaman-Mu ini Jika hamba tak memohon pada-Mu Kepada siapa lagi hamba memohon ? Kepada siapa lagi hamba menengadah ?
Ya Allah… Meski kata ini tak pantas aku haturkan atas segala kepongahanku yang tak mampu mensyukuri segala karunia-Mu Izinkanlah hamba Ya Rabb… Izinkanlah… Izinkanlah… Izinkanlah aku untuk dapat mensyukuri segala nikmat-Mu
Hadir dari sajak-sajak tercecer, kemudian kami kemas sebagai catatan-catatan
duplikat hati yang acap kali meraung menyuarakan irama-irama kebebasan,
kesefahaman, penolakan, penyesalan, kritik, keindahan dan romantisme. mungkin hanya rangkaian
huruf-huruf setengah jadi, namun izinkanlah ianya dinamai sebagai sajak. Hanya untuk menjembatani inspirasi-inpirasi terpasung, sangat sayang jika sekedar tertoreh di atas
lembaran kertas-kertas usang.